KAITAN ANTARA POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA DENGAN GAYA DIPLOMASI SUATU NEGARA

 PENDAHULUAN

Dengan berkembangnya studi dalam hubungan internasional, menjadikan diplomasi menjadi suatu disiplin ilmu baru yang dapat dikaji dalam Studi Hubungan Internasional. dalam Hubungan Internasional, pembahasan-pembahasan yang dilakukan adalah mengamati interaksi dari aktor-aktor politik internasional. Lantas menyoal pada masalah interaksi aktor politik internasional, diplomasi masih menjadi peran penting dalam sebuah interaksi yang dilakukan oleh para aktor. Diplomasi menjadi sarana untuk mengkomunikasikan keinginan kedua belah pihak serta untuk menjelaskan suatu keadaan. Diplomasi juga dapat dijadikan sebagai alat untuk mnjalin sebuah hubungan.
Diplomasi dapat dilakukan oleh siapapun. Baik individu, negara, ataupun suatu lembaga. Ketika suatu individu tersebut menjalankan sebuah praktik diplomasi dalam situasi yang formal yang merepresentasikan negaranya, maka ia disebut diplomat. Diplomat merupakan orang yang melakukan aktivitas diplomasi yang merepresentasikan suatu negara sehingga ia tidak dianggap menjadi suatu indivdu. Lalu, pendefinisian  diplomasi pada akhirnya muncul. Apakah diplomasi itu? Apakah diplomasi hanya dapat dilakukan oleh individu yang mewakili suatu negara saja? Sejauh mana efektifitas diplomasi untuk menjadi sebuah taktik dari kebijakan luar negeri? Apakah diplomasi memiliki keterkaitan dengan kebijakan luar negeri? Lalu bagaimana kaitannya kebijakan luar negeri dengan gaya diplomasi suatu negara?  Dan yang terakhir, bagaimana gaya diplomasi Indonesia bila dikaitkan dengan kebijakan luar negerinya?
Pertanyaan-pertanyaan yang muncul akan dijelaskan dalam tulisan ini.
 
DIPLOMASI
Diplomasi telah menjadi suatu kegiatan yang sudah dilakukan dari peradaban yang cukup lama. Diplomsi dulu berjalan dengan temporary. Ketika masalah sudah terselesaikan, maka perwakilan yang ditunjuk dapat kembali ke wilayah asalnya. Kemudian, diplomasi pada akhirnya berkembang seiring berjalannya waktu. Setelah adanya Perjanjian Westphalia, maka tebentuklah nation state. Kemudian ada syarat yang fundamental yang tidak boleh dilanggar. Wilayah menjadi sesuatu hal yang harus dihormati oleh negara lain. Sehingga, perjanjian ini melahirkan konsep  kedaulatan. Negara memiliki suatu kedaulatan penuh pada wilayahnya.
Dahulu, negara-negara berinteraksi satu sama lain mengutus perwakilan untuk datang dan memberikan suatu kertas gulungan dari para petingginya. Surat penugasan tersebut digunakan sebagai justifikasi perwakilan tersebut boleh berada di wilayah kepemimpinan kaisar lain. Der Derian (1987) mengatakan bahwa menurut ‘mytho-diplomacy’ misi diplomasi merefleksikan percobaan mediasi kerenggangan yang horizontal antara komunitas keduniawian dan mediasi kerenggangan yang vertikal antara manusia dengan Tuhan (Constantinou, 2016).
Dengan terbentuknya nation state pada akhirnya membuat suatu negara memiliki otoritas masing-masing atas wilayah yang menjadi miliknya. Namun, negara juga membutuhkan ineraksi dengan negara lain, sehingga hal tersebut pula yang membuat diplomasi masih relevan walaupun sistem pembentukkan negara telah berubah menjadi nation state. Dengan adanya kebutuhan untuk berinteraksi dan bekerjasama maka dibutuhkanlah diplomasi. Sehhingga negara akan mengutus perwakilannya untuk mewakili negaranya ke negara lain. Perwakilan tersebut akan menetap pada wilayah negara lain.
Lalu, apakah definisi sebenarnya dari diplomasi? Diplomasi menurut makna harfiahnya berasal dari kata ‘diploma’ yang berarti gulungan kertas. Dalam sejarahnya yang telah dijelaskan, gulungan kertas tersebut merupakan surat penugasan dari Gereja Katholik kepada perwakilan negara. Namun, definisi diplomasi pada sistem politik yang kontemporer ini menjadikan definisi diplomasi menjadi lebih luas. Diplomasi merupakan seni dari bernegosiasi dan menunjukkan citra baik kepada orang lain atau dalam level politik internasional, negara. Diplomasi telah bayak membahas tentang negosiasi makna, nilai, dan pengetahuan seperti halnya negosiasi kepentingan dan posisi (Constantinou 1990; Constantinou, 2016).
Dalam bukunya, Bjola (2013) berargumen bahwa ada tiga kunci dalam mendefinisikan diplomasi. Kunci pertama adalah, diplomasi menjadi sebuah komunikasi. Karena diplomasi bertujuan untuk mengurangi tendensi berperang ketika muncul sebuah konflik, maka hal yang dibutuhkan oleh antar aktor adalah berkomunikasi dan berdialog. Menyelesaikan konflik secara damai. Kedua, adalah pengakuan ganda menjadi individu menjadi aktor dalam bidang diplomatik. Karena ketika seorang individu menjalankan suatu aktivitas diplomasi, maka ia merepresentasikan suatu negara yang mana dalam diplomasi, negara dianggap sebagai suatu entitas. Kunci terakhir yaitu diplomasi adalah tentang memproduksi, mengatur, dan mendistribusikan public goods, yang mana, goods sangat penting untuk public dan kebutuhannya, dengan adanya diplomasi, maka dapat meminimalisir kelangkaan barang-barang publik. Karena public goods saling berhubungan, maka ketika ada satu kelangkaan akan terjadi efek domino terhadap lainnya. Contohnya ketika ada kekayaan, maka dapat membangun pembangunan infrastruktur. Jadi, bila ditarik lagi, definisi dari diplomasi menurut Bjola (2013) adalah komunikasi yang dilembagakan diantara perwakilan secara resmi yang diakui secara internasional dari entitas yang diakui secara internasional.
Lalu apakah diplomasi hanya dapat dilakukan oleh seorang diplomat yang diberi mandate oleh negara saja? Menyoal tentang diplomasi, biasanya juga dapat memperkenalkan kultur ataupun makanan dari suatu negara. Diplomasi tidak hanya dilakukan oleh para diplomat yang resmi saja namun warga negara juga dapat melakukan diplomasi seperti memperkenalkan budaya mereka ke warga negara lain, atau dengan memperkenalkan makanan, lagu, dan sebagainya. Cara-cara tersebut dikatagorikan juga sebagai diplomasi. Diplomasi juga dapat dilakukan dari individu ke individu lain dalam kehidupan sehari-hari. Ketika orang memiliki kepentingan lalu bernegosiasi dengan orang lain, maka ia telah melakukan diplomasi. Sehingga, diplomasi tidak hanya soal negara dan dunia internasional saja namun juga mencakup hal-hal yang berkaitan dengan sehari-hari.
 
KAITAN DIPLOMASI DAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI
Diplomasi dengan foreign policy atau kebijakan luar negeri memiliki keterikatan yang kuat. Seringkali, diplomasi disesuikan dengan kebijakan luar negeri yang dimiliki suatu negara. Kebijakan luar negeri dan diplomasi sering diperlakukan sebagai komponen yang saling terhubung  dalam sebuah proses yang mana tujuan kebijakan diarahkan pada pengelolaan hubungan dengan lingkungan internasional aktor diterjemahkan ke dalam hasil melalui penggunaan berbagai teknik dan strategi yang dilembagakan dimediasi melalui serangkaian pembangunan struktur, aturan, dan norma (Constantinou, 2016). Pada saat yang sama, diplomasi berfokus pada interaksi antara aktor daripada aktor sendiri, yang merupakan fokus kebijakan luar negeri (Constantinou, 2016). Sehingga diplomasi lebih fokus terhadap interaksi-interaksi yang dilakukan oleh aktor satu dengan aktor yang lainnya. Karena esensi dari berdiplomasi adalah komunikasi.
Diplomasi pada penerapannya menjadi sebuah instrumen yang merujuk pada kebijakan luar negeri suatu negara. Instrumen ini merujuk pada strategi dimana dapat dikatakan bahwa kebijakan luar negeri merupakan strategi. Tidak hanya kebijakan luar negeri saja, namun kepentingan nasional juga turut mengambil bagian sebagai strategi suatu negara. Dalam hal ini, diplomasi haruslah menyesuaikan apa yag negara tersebut inginkan. Diplomasi tidak boleh berolak belakang dengan kebijakan luar negeri maupun kepentingan sosial negaranya, sehingga perlu adanya kejelasan dalam komunikasi antar aktor dalam negeri.
Keterkaitan diplomasi dengan kebijakan luar negeri memiliki efektifitas ketika diplomasi dijadikan sebagai sebuah taktik untuk mewujudkan kepentingan nasionalnya dimana diejawantahkan dalam kebijakan luar negeri. Penulis berargumen bahwa diplomasi yang digunakan sebagai taktik diharapkan dapat membawa dua keuntungan. Keuntungan pertama adalah negara dapat mendapatkan kepentingan nasionalnya karena negara memiliki sifat interdependensi dengan negara lain sehingga kepentingan nasional suatu negara akan membutuhkan kontribusi dari negara lain juga. Dalam contohnya, ketika negara ingin meningkatkan perekonomian mereka maka yang harus dilakukan adalah bekerjasama dengan negara lain untuk pasar bebas atau untuk sekedar investasi. Keuntungan kedua adalah diplomasi diharapkan dapat menjalin baik dan mengangkat citra negaranya di depan negara lain. Diplomasi selain diharapkan untuk mewujudkan kebijakan luar negeri, juga dapat mengangkat citra baik dari negaranya agar negara lain meletakkan kepercayaan untuk bekerja sama. Hal ini penting untuk dilakukan karena jika negara lain tidak terkesan, maka akan sulit untuk mewujudkan kepentingan nasionalnya sebab sifat interdependensi tersebut. sehingga diplomasi diharapkan mewujudkan adanya win-win solution. Namun pada prakteknya, diplomasi dapat menjadi win-lose solution. Hal tersebut terjadi karena bargaining power dari salah satu negara dari negara lainnya sehingga akan membuat negara yang lebih lemah harus menurutinya.
 
GAYA DIPLOMASI SUATU NEGARA DAN KETERKAITANNYA DENGAN POLITIK LUAR NEGERINYA
Tidak dapat dipungkiri bahwa diplomasi dan kebijakan luar negeri memiliki beberapa keterkaitan walaupun terkadang hubungan keduanya membingungkan. Keterkaitan tersebut tidak hanya dari aspek diplomasi sebagai taktik dan politik luar negeri sebagai strategi suatu negara namun, keterkaitan diplomasi dan politik luar negeri lebih dari itu. Kebijakan luar negeri menjadi suatu hal yang mendasari gaya diplomasi suatu negara atau representative negara. Diplomasi suatu negara diharapkan dapat mencerminkan kepentingan nasional yang diejawantahkan dalam suatu politik luar negeri. Diplomasi mencerminkan banyak hal dalam prakteknya sehingga, diplomasi tidak dapat hanya sekedar memberikan citra baik, namun juga konsistensi dan ketegasan. Selain memposting diplomat dan konsul di luar negeri, pejabat di kementerian luar negeri bertanggung jawab untuk memberi nasihat tentang kebijakan yang harus mereka terapkan, menerapkan instruksi yang sesuai, dan memastikan bahwa semua itu dilakukan (Berridge, 2010).
Diplomasi memiliki beberapa tujuan, antara lain: 1) mewujudkan politik luar negeri. Diplomasi yang dijadikan instrumen, diharapkan mampu mewujudkan kebijakan luar negeri suatu negara. Ketika negara telah memiliki politik luar negeri yang difokuskan, maka diplomasi suatu negara tidak akan melebar namun dapat terfokus kepada hal yang diprioritaskan saja. Sehingga, ketika diplomasi antara dua negara atau lebih tidak sesuai kepentingannya, negara dapat menghiraukan hal tersebut. 2) menjaga hubungan baik negara. Terkadang walaupun negara tidak memiliki kepentingan, namun ia memiliki beban moral untuk tetap berperilaku baik kepada negara lain untuk menjaga hubungan baik suatu negara. Sehingga ketika hubungan baik tetap terjaga, ketika suatu negara memiliki kepentingan dan membutuhkan negara lain untuk mewuudkannya, maka negara tersebut dapat memiliki partner kerjasama dalam hal tersebut. 3) meningkatkan citra baik suatu negara. Diplomat merupakan perwakilan negara sehingga, apa yang dilakukan oleh seorang diplomat sama dengan suatu tindakan yang diambil oleh negara. Ketika diplomat melakukan tindakan yang inappropriate maka negaranya juga akan dipandang melakukan sesuatu yang inappropriate. Sehingga, seorang diplomat harus berhati-hati dalam bertindak, berbicara, maupun mengambil suatu keputusan.
Memilih mana yang dianggap penting untuk dijadikan prioritas memang perlu, namun bukan berarti suatu negara akan menghiraukan hal-hal lainnya yang walaupun tidak menjadi suatu prioritas, tetapi ia dapat menjadi faktor pendukung keberhasilan suatu negara. Memprioritaskan suatu hal sangat diperlukan karena dengan adanya prioritas, negara dapat dengan mudah mengambil keputusan. Kepala negara ataupun para diplomat harus dapat memilih gaya diplomasi yang sesuai dengan apa yang diprioritaskan dalam kebijakan luar negeri suatu negara. Gaya diplomasi tidak dapat sembarangan dilakukan seperti manufactured persona namun gaya diplomasi harus sesuai dengan kebijakan politik luar negeri suatu negara.
Melihat efektifitas gaya diplomasi dengan kebijakan luar negeri suatu negara dapat dikatakan hal tersebut merupakan hal yang cukup berpengaruh.
 
STUDI KASUS
Pada masa kepemimpinan Joko Widodo, Indonesia memiliki sebuah prioritas yang harus diutamakan dan hal tersebut merupakan kebijakan luar negeri Indonesia. Politik luar negeri Indonesia selama lima tahun kedepan adalah memprioritaskan perekonomian. Bahkan tidak hanya digunakan untuk kebijakan luar negeri tetapi bahkan menjadi kebijakan domestik dengan memperkuat pasar domestik dengan kapitalisasi pasar domestik. Dalam ranah politik luar negeri, Indonesia memilih diplomasi ekonomi sebagai prioritas sehingga bahnyak kebijakan-kebijakan yang akan diterapkan untuk mendukung perekonomian negara semakin bertambah tinggi. Selain kebijakan-kebijakan yang akan memprioritaskan perekonomian, hal yang juga terpengaruh adalah gaya diplomasi Indonesia oleh perwakilannya.
Namun sebelumnya, pilar pertama yang ditempatkan pada politik luar negeri adalah keamanan dan perdamaian (Bhaskara, 2019). Yang mana keamanan dan perdamaian dapat diejawantahkan dalam politik luar negeri Indonesia. Keamanan dan perdamaian juga merupakan politik luar negeri Indonesia yang juga menjadi hal yang penting. Politik luar negeri yang mengedepankan ekonomi atau disebut ‘diplomasi ekonomi’ memang menjadi yang utama. Namun, politik luar negeri untuk keamanan dan perdamaian juga memiliki peran penting. Sebenarnya Indonesia telah lama melakukan kebijakan tersebut hanya saja, ia memiliki istilah yang berbeda tergantung pada periodenya. Dahulu politik luar negeri Indonesia adalah politik bebas aktif.
Lantas, menyoal tentang hubungan gaya diplomasi Indonesia dengan kebijakan luar negerinya, penulis beranggapan bahwa gaya diplomasi Indonesia berhubungan dengan politik luar negeri yang diprioritaskan. Indonesia. Indonesia yang berorientasi pada keamanan dan perdamaian menjadikan Indonesia memiliki gaya diplomasi yang ramah dan baik kepada semua negara. Indonesia juga tak suka dalam memihak ketika ada dua negara atau lebih yang sedang berkonflik. Kemudian Indonesia dalam berbagai kesempatan menjadi mediator negara-negara yang sedang berkonflik. Salah satunya, Indonesia menjadi mediator dalam konflik sengketa wilayah perbatasan Thailand dan Kamboja. Hal tersebut dapat menjadi bukti bahwa Indonesia turut aktif dan berperan penting dalam menciptakan perdamaian dan keamanan regional. Selanjutnya, dalam perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat dengan Tiongkok, Indonesia masih menjadi ‘teman’ dan mau bekerjasama dengan kedua belah pihak. Indonesia masih berhubungan baik dan saling menjalin diplomasi dan kerjasama yang baik dengan kedua negara super power tersebut.
Gaya diplomasi Indonesia yang ramah kepada semua negara adalah hasil dari politik luar negeri yang mengedepankan keamanan dan perdamaian. Sehingga, membawakan Indonesia sebagai negara yang tidak memiliki satupun lawan namun memiliki banyak kawan. Hubungan Indonesia dengan Tiongkok sempat memanas karena sengketa wilayah maritim. Namun, pada akhirnya Indonesia juga memilih cara penyelesaian dengan cara yang damai yaitu dengan berunding. Dalam arti lain, Indonesia sangat mencintai perdamaian.
 
KESIMPULAN
Diplomasi merupakan suatu instrumen atau dalam bahasa lain, ia merupakan taktik dari suatu strategi yang diejawantahkan dalam kepentingan luar negeri. Hal tersebut yang kemudian dapat menjustifikasi bahwa diplomasi sangat berhubungan erat dengan kebijakan luar negeri suatu negara. Dengan begitu, kebijakan politik luar negeri suatu negara dapat memengaruhi gaya diplomasi suatu negara. Gaya diplomasi negara haruslah menguntungkan kepentingan nasional yang diejawantahkan ke dalam kebijakan politik luar negeri.
Indonesia adalah negara yang memiliki politik luar negeri yang mengedepankan perdamaian dan keamanan dan pada akhirnya menjadikan gaya diplomasi Indonesia. Gaya diplomasi Indonesia adalah diplomasi yang ramah dan datang sebagai teman kepada semua negara. Indonesia juga memilih untuk menyelesaikan konflik secara damai dengan berunding dan diplomasi yang ramah.
 
REFERENSI
Berridge, G. R. 2010. Diplomacy Theory and Practice. London: Palgrave Macmillan.
Bhaskara, Adhi. 2019. Politik Luar Negeri Jokowi: Memperluas Pasar, Angkat Citra Islam. (daring) Tersedia di https://tirto.id/politik-luar-negeri-jokowi-memperluas-pasar-angkat-citra-islam-dkuZ. Diakses pada 8 Maret 2019.
Bjola, Corneliu & Markus Kornprobst. 2013. Understanding International Diplomacy: Theory, Practice, and Ethics. New York: Routledge.
Constantinou, Costas M. dkk. 2013. The SAGE Handbook of Diplomacy. London: SAGE Publications Ltd.
Derian, James D. 1987. On Diplomacy. Oxford: Blackwell Publisher.

Comments

Popular Posts